Rabu, 09 Desember 2015

Tentang Teroris

Dinamika sosial memang terkadang membawa hal positif dan negatif yang akan masuk dalam lingkungan sosial budaya masyarakat, meliputi sosial, politik , budaya bahkan agama, itulah tatanan kehidupan manusia di dunia, tak pernah terlepas dari aspek sosial tersebut. Perubahan sosial yang terjadi, kadang dapat mengakibatkan disintegrasi dalam kehidupan masyarakat. Banyak sekali cara masyarakat menunjukkan pola perilaku yang mencerminkan persepsinya terhadap perubahan sosial. Dampak dari perubahan sosial atau dinamika sosial itu sendiri tak jarang mendatangkan konflik sosial dalam kehidupan masyarakat, dan dari konflik tersebut, sering pula terbentuk kelompok sosial yang mempunyai pendapat berbeda – beda dalam menyikapi perubahan sosial itu sendiri, antara kelompok yang pro dan kelompok yang kontra terhadap perubahan sosial tersebut.

Dewasa ini, kita cukup banyak menemui konflik – konflik sosial yang terjadi di lingkungan kita. Konflik – konflik tersebut adalah bentuk apresiasi manusia terhadap perubahan sosial. Belakangan ini, negara kita Indonesia kerap kali terjadi aksi anarkis dari sekelompok orang – orang tertentu yang berusaha merusak ketentraman masyarakat Indonesia. Seperti yang sering kita dengar dan lihat di media masa, bahwa saat ini banyak sekali terjadi peledakan bom di tempat – tempat umum yang merupakan fasilitas publik bahkan di tempat – tempat ibadah yang sering mengundang rasa resah bagi masyarakat sekitar. Tindakan – tindakan anarkis yang menebarkan ketakutan lewat teror bom tersebut sudah pasti dilakukan oleh oknum – oknum tertentu yang punya tujuan tertentu dalam melancarkan aksinya. Tindakan berbahaya yang terkesan sukar dilakukan tersebut sudah pasti terorganisir lebih dahulu

Rangakaian kejadian teror bom yang melanda tanah air Indonesia yang beruntun tersebut banyak menimbulkan persepsi di lingkungan kita. Diantaranya ada yang berpendapat bahwa teror bom yang ditebarkan adalah bentuk aksi yang dimunculkan dalam masyarakat dalam rangka mengalihkan perhatian masyarakat Indonesia dari situasi politik yang sedang runyam saat ini. Namun, mayoritas orang berpendapat bahwa aksi bom yang telah terjadi tersebut adalah karena isu – isu agama yang sudah lama terdengar selentingannya di masyarakat. Hal tersebut terjadi karena sering kali terjadi pengeboman yang berlokasi di tempat – tempat ibadah. Contohnya adalah, aksi teror bom yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Solo. Aksi tersebut menimbulkan persepsi bagi masyarakat umum bahwa pelaku pengeboman tersebut dilakukan oleh umat Islam Radikal yang bertujuan menghancurkan ketentraman agama lain. Aksi tersebut mengakibatkan banyak orang – orang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang bertindak keras terhadap perbedaan yang terjadi dalam hal kepercayaan. Hal ini mengakibatkan nama Islam tercoreng dan seringkali dianggap sebagai agama teroris, apalagi memang setelah kasus ini diselidiki lebih dalam, sindikat teroris yang berkeliaran saat ini adalah orang – orang Islam yang menentang keras terhadap liberalisme, sekularisme, kapitalisme dan globalisasi yang menurut aliran Islam radikal sangat bertentangan dengan ajaran Islam dan menganggap perubahan tersebut sebagai ancaman bagi agama Islam. Dalam beberapa pandangan kelompok Islam Radikal, perubahan yang saat ini terjadi merupakan hal yang dianggap bid’ah, tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Hal ini merupakan salah satu alasan yang dijadikan tujuan golongan Islam Radikal dalam melancarkan aksinya melakukan tindakan pengeboman. Tindakan yang telah dilakukan oleh anggota Islam radikal tersebut cenderung memunculkan statement yang buruk terhadap agama Islam itu sendiri, khususnya bagi orang Islam yang berpakaian serba tertutup yang diklaim masyarakat sebagai ciri khas umat Islam yang mempunyai radikalisme terhadap globalisasi saat ini. Banyak sekali muslimah yang memakai baju yang serba besar dan menutup muka atau bercadar dianggap sebagai anggota teroris atau penganut Islam radikal, muslimah seperti ini sering sekali dikucilkan dan dijauhi oleh masyarakat sekitar. Padahal, kalau ditelusuri lebih lanjut, mereka belum tentu termasuk penganut faham jihad yang keras. Pandangan tersebut saat ini telah mengakar di lingkungan masyarakat umum yang belum tahu menahu seluk beluknya. Sebenarnya, kaum muslim yang berpakaian seperti itu sendiri adalah orang – orang muslim yang konsisten terhadap apa yang diajarkan Nabi Muhammad, namun perlu diketahui bahwa Islam itu sendiri tidak mengekang umatnya untuk terus apatis terhadap perubahan, namun mengajarkannya untuk terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dengan tetap berpegang teguh pada akidah Islam yang telah diajarkan. Menrut Karl Marx, “agama adalah candu bagi rakyat”, menurutnya karena ajaran agamalah maka rakyat menerima saja nasib buruk dan tidak tergerak untuk melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Pandangan ini ditentang oleh ahli sosiologi lain, yang menunjukkan bahwa dalam masyarakat kaum agama merupakan kekuatan revolusioner yang memimpin gerakan sosial untuk mengubah masyarakat. Dalam setiap agama pasti mendorong umatnya untuk terus berubah dan berkembang sesuai dengan kaidah nilai – nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, khususnya kaidah nilai dan norma beragama. Agama tidak pernah melarang umatnya untuk berubah dan bekembang, karena pada hakekatnya agama menyadari bahwa manusia adalah pelaku kehidupan yang menciptakan banyak budaya hasil dari berpikirnya. Manusia menciptakan budaya yang dianggapnya mempunyai nilai bagi kehidupan. Agama itu sendiri juga adalah hasil dari faham kepercayaan yang dianut manusia dalam rangka mencukupi kebutuhan spiritualnya, bahkan agama itu sendiri melahirkan budaya atau malah sebaliknya, dan agama itu sendiri adalah hal yang mempunyai esensi nilai dan norma yang mulia. Sebagaimana pendapat Kroeber dan Kluchon bahwa kebudayaan terdiri atas berbagai pola, tingkah laku, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol – simbol dari suatu kelompok yang juga termasuk di dalamnya perwujudan benda – benda materi, pusat esensi kebudayaan yang terdiri atas paham dan nilai – nilai. Peristiwa pengeboman yang terjadi yang mengakibatkan persepsi buruk masyarakat terhadap Islam radikal itu sendiri adalah bentuk dari hasil pemikiran manusia bahwa pengeboman yang telah terjadi tersebut sudah melanggar nilai dan norma yang berlaku di Indonesia. Tindakan tersebut merupakan perusakan nilai hubungan antar umat beragama , selain itu tindakan teror tersebut sama saja dengan penyimpangan sosial yang melanggar nilai kehidupan bersama dalam keanekaragaman di dunia. Cara – cara yang telah dilakukan oleh para teroris tersebut merupakan cara yang salah kaprah yang tak berpedoman pada ajaran Islam yang mengajarkan kedamaian, bukan cara kekerasan. Sikap antipati masyarakat terhadap Islam radikal adalah bentuk dari pola pikirnya terhadap apa yang dilihat tampak oleh mata kasatnya. Hal inilah yang menjadi konflik bagi masyarakat dalam hidup antar kelompok. Dalam teori konflik itu sendiri, Dahrendorf mengemukakan bahwa asumsi – asumsi utama teori konflik adalah, 
1. Setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan, perubahan ada dimana – mana 
2. Disensus dan konflik terdapat diamana – mana 
3. Setiap unsur masyarakat memberikan sumbangan pada disintegrasi dan perubahan masyarakat dan 
4. Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa orang anggota terhadap anggota lain. 
Sikap antipati itu pulalah yang dijadikan masyarakat sebagai bentuk sanksi terhadap pelaku tindak kejahatan atas penyimpangan nilai dan norma yang berlaku. Untuk itu, kita sendiri hendaknya lebih teliti dan berhati – hati dalam menilai suatu tindakan dan kejadian yang telah terjadi di lingkungan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar